Jenis burung ini dalam baasa inggrisnya disebut Sumatran Laughingthrush dan dalam Bahasa Indonesia disebut Poksai Sumatra.
Deskripsi Bentuk :Berukuran besar (30 cm), berwarna hitam kecoklatan. Kepala putih dengan jambul sedikit tegak, mudah dikenali. Dahi, kekang, dan setrip mata hitam menurun.Iris dan paruh coklat, kaki kecoklatan.
Deskripsi Suara :Sangat ribut. Suara dimulai dengan ocehan, diikuti kotekan dan ringkikan nyaring.
Kebiasaan :Hidup berkelompok, pada lantai bawah dan menengah di hutan. Kadang-kadang turun ke permukaan tanah. Terbang dengan cara meluncur khas poksai.
Untuk membantu melestarikan populasi burung poksay atau Garrulax bicolor (Black and White Laughingthrush), salah satu jenis burung terlindung endemic Sumatra yang sekarang tercantum didaftar merah 2010 IUCN sebagai jenis yg rentan. Populasi globalnya sudah sangat menurut karena penangkapan liar yang tidak menunjang kelangsungan, untuk mensupply pasar burung local. Dari informasi pedagang burung di Sumatra Utara dan dari observasi lapangan, jenis burung ini sudah menghilang hampir dari semua areal dialam dimana dulunya biasa diketemukan, kecuali disatu areal habitat di Sumatera Selatan.
Populasi dialam yang masih tersisa berkonsentrasi di Sumatera Utara, Ace,Sumatra bagian selatan dan barat tetapi sudah sangat krisis karena perburuan liar untuk mensupply pasar2 burung. Anggota ISCP membuat survey dan monitoring dari tahun 2009 , 2010 sampai 2011 untuk jumlah burung poksay yang diperdagangkan dipasar burung Medan,Siantar dan Pedagang burung yang ada di Berastagi. Jumlah yang ditemukan berfluktuasi dari 7 sampai dengan 30 burung. Dari pandangan kami cara yang effective untuk menyetop turunnya populasi burung poksay adalah menyetop perdagangan liar di pasar burung Medan. Yang mana akan memerlukan tempat rehabilitasi untuk burung yang disita atau yg diselamatkan. Untuk itu kami mengajukan proposal untuk membangun fasilitas tersebut di Kebun Binatang Medan.
Langkah berikutnya adalah mensurvey habitat alam burung ini untuk mengidentifikasi area tempat burung poksay dulunya berada, yang sekarang sudah tidak ditemukan lagi. Diareal habitat alam ini kami ingin nantinya melepas liarkan burung yang sudah direhabilitasi. Untuk memonitor kondisi adaptasi burung yang dilepas liarkan, kami akan menggunakan alat radio telemetry, dengan kerja sama dari USU (Universitas Sumatra Utara)